Senin, 24 Februari 2014

A Sad Flight

sudah dua bulan ini saya jadi pramugari yang khusus terbang ke jeddah, Saudia Arabia karena uplifting rating ke pesawat terbaru Garuda Indonesia yaitu Boeing 777.
sebenernya seneng, akhirnya penerbangan sembilan jam lebih punya hiburan sendiri. penumpangpun jadi ga mati gaya.
saya menikmati setiap hari terbang yang dijalanin.
sampai di penerbangan tanggal 20 februari kemarin, penerbangan GA 981 dari Jeddah menuju ke Jakarta.
awal boarding saya yang posisinya di pantry pintu 4R, membawa seorang ibu yang berjalan susah payah sampai ke kursinya. ibu itu belum tua, usianya baru di pertengahan 50 tahun. guratan cantik masih tampak jelas di wajahnya, rasa letih juga tampak tidak bisa di sembunyikan lagi. ya, umroh memang memakan banyak energi, menguras tenaga dan mengasah kesabaran kita sebagai orang yang menjalankannya.
seorang pria gagah yang membopong si ibu pun terus menyemangatinya agar bisa sampai di kursinya yang terletak di bagian belakang pesawat, perjalannya cukup jauh mengingat kursi pertama bernomor dua puluhan sementara si ibu dan pria gagah yang diakhirnya saya tahu bahwa itu adalah menantunya duduk di nomor lima puluh.
"ayo mbah, yang semangat..sedikit lagi sampai" suara itu jelas ada di telinga saya dan saya yang ada di belakangnya ikut berkomentar menyemangati..
kejadian tidak selesai disana, ketika kami menyadari pada saat penyajian makan malam, si ibu sudah tidak sadarkan diri dan suaminya berusaha menyadarkan dengan meminumkan teh manis yang tidak bisa lagi di telan si ibu.
semua orang jelas menjadi panik, tidak terkecuali rekan saya yang bekerja di area tersebut.
setelah di rebahkan, supervisor kabin kami memanggil dokter, alhamdulillah ada seorang dokter disana, namun tetap saja tidak banyak yang bisa dilakukan karena minimnya sarana dan prasarana.
dokter hanya menganjurkan memakaikan oksigen kepada si ibu, siapa tau nanti sadar dengan sendirinya.
selesai penyajian makanan, kami bergantian menjaga si ibu, memastikan oksigennya masih berjalan dan dalam batas tekanan yang masih diperbolehkan, jika sudah minim, kami menggantinya dengan oksigen yang baru.
surat yasin, doa doa, lafatz islami kami berikan kepada si ibu, berharap bahwa beliau akan sadar, sedih rasanya melihat si ibu dalam kondisi tidak sadarkan diri masih menangis begitu kami membacakan ayat ayat suci di telinganya. kami juga terpaksa meminta keluarganya beristirahat bergantian, karena kami tidak ingin mereka juga ikut sakit. menunggu orang yang sakit membuat saya merasa dekat dengan ibu tersebut. rasanya seperti menunggui orang tua sendiri. semua cerita tentang si ibu mengalir dari mulut anak menantu dan adiknya yang ikut serta dalam penerbangan ibu.
si ibu terlihat berusaha bertahan, mungkin karena memang tidak ingin menyusahkan semua orang. tidak ingin membuat semua orang tertunda sampai ke rumah, karena begitu landing di Jakarta akhirnya si Ibu sudah tiada.
bukan hanya keluarganya yang menangis, saya dan seluruh awak kabin yang bekerja di kelas ekonomi pun ikut menangis, rasanya kami dekat dengan mereka, rasanya mereka jadi bagian hidup kami hari itu dan rasanya kami sudah mengenal si ibu sekian lama.
4 jam lebih saya dan seorang rekan menjadi perawat si ibu, kami shift ke tiga yang menjaga beliau, melihat perubahan fisik beliau adn ada di saat saat terakhirnya. merasakan kakinya yang berubah dingin, napasnya yang semakin berat.
this is my very first time of feeling something like this, to see people died right infront of my eyes..

May Allah put her in His Heaven...amiiien...

4 komentar:

  1. Ya ampun...

    Aku ga tahu kalo pekerjaan pramugari ampe segitunya...

    Turun berduka, mbak. Stay strong ya, mbak. Tuhan memberkati

    BalasHapus
  2. Selamat bekerja, semoga menjadi pelajaran dan pengalaman untuk kita semua.

    BalasHapus
  3. Subhanallah.. Tulus dan baik sekali mbak..

    BalasHapus
  4. jadi nangis bacanya...inget sepeti waktu aku kehilangan suamiku...

    BalasHapus